Batam Asiatimes.id – Presiden Direktur (Presdir) PT Adhya Tirta Batam (ATB) Benny Andrianto mengungkapkan bahwa Kepala BP Batam Muhammad Rudi tak menceritakan utuh soal pendapatan Rp 28 miliar per tahun dari pengelolaan air minum yang sebelumnya dikelola oleh PT ATB.
Menurut Benny, kalau mau melihat kuantitas, seharusnya BP Batam memperhitungkan juga aset yang telah diserahkan ATB pasca konsesi berakhir per 14 November 2020 lalu. Apalagi selama 25 tahun pihaknya merintis pengelolaan air di kota indsutri ini dengan dana ATB sendiri.
“Tidak 1 sen pun dana dari BP Batam. Jadi kalau mereka bilang cuma terima Rp 28 miliar tiap tahun, lah terus aset yang dikelola dan dikerjakan oleh kita itu nilainya termasuk setoran kita kepada pemerintah itu lebih dari Rp 2 triliun. Jadi jangan bilang cuma Rp 28 miliar saja, yang Rp 2 triliun nggak mereka ceritakan,” ujar Benny saat ditemui Asiatimes.id, Rabu (18/01/2023) di Lantai 8 Adhya Building Tower, Sukajadi.
Diberitakan, Rudi membandingkan bagaimana SPAM Batam yang kini dikelola PT Air Batam Hilir dan PT Air Batam Hulu kini bisa memperoleh pendapatan sekitar Rp 320 miliar per tahun. Sedangkan saat dengan ATB, katanya, hanya Rp 28 miliar per tahun.
“Dulu ATB kita dapat Rp 28 miliar per tahun. Ketika sudah selesai, rupanya pas dilihat barangnya sudah tua,” ujar Rudi dalam pidatonya di acara Family Day Funwalk REI-BTN di halaman parkir BP Batam, Minggu (15/01) lalu.
Mengenai jaringan perpipaan, Water Treatment Plant (WTP) maupun aset lainnya, Benny menegaskan telah diserahkan oleh ATB dengan kondisi baik dan berfungsi baik. Penyerahan aset itu juga setelah diaudit oleh PT Surveyor Indonesia sebagai pihak yang berkompeten.
2 Tahun, SPAM Batam Tambah Kapasitas Produksi Cuma 73 Liter per Detik
Soal masalah suplai air yang tidak mengalir selama 24 jam sehari di beberapa daerah, Benny berbeda pendapat dengan Rudi.
Baca Juga: Covid-19 Batam Tambah 3 Kasus Positif dan 4 Sembuh. Tinggal 6 Dalam Perawatan
Rudi mengatakan masalah kontinuitas air bisa diselesaikan dengan penggantian jaringan perpipaan dan biaya untuk Water Treatment Plant (WTP) yang katanya membutuhkan dana Rp 4,5 triliun. Anggaran jumbo itu yang menjadi dalih rencananya menaikkan tarif air ke masyarakat konsumen.
Benny menyarankan SPAM Batam lebih cermat dalam meneliti sumber masalah. Kata dia, permasalahan adalah di kapasitas produksi bukan jaringan pipa.
Dia memaparkan, Batam setidaknya butuh tambahan 150 liter per detik (lpd) per tahun atau 300 lpd dalam 2 tahun terakhir. Namun sayangnya, tambahan kapasitas tersebut tak kunjung dipenuhi.
“Bukan masalah pipa ini, lebih ke masalah produksinya. Emang mungkin ada pipa bisa dapat air kalau airnya nggak ada?” ucapnya.
Data terakhir ATB per 14 November 2020, mereka dengan kapasitas produksi 3.357 lpd dari kapasitas terpasang 3.610 lpd.
Sementara ketika ditangani operator baru, SPAM Batam kini dengan kapasitas produksi 3.430 lpd, hanya bertambah 73 lpd yang jauh dari hitungan Benny. Sedangkan total kapasitas terpasangnya masih sama sebesar 3.610 lpd. Ini data BP Batam dalam rilis pada 7 November 2022 atau sekitar dua tahun pasca konsesi ATB berakhir.
“Kalau setahun harus nambah 150 lpd, berarti harusnya sudah di angka 3.600-an untuk kapasitas produksinya setelah dua tahun,” tukas Benny.
Soal kontinuitas air yang tak 24 jam ini sudah berulang disampaikan masyarakat Batam, bahkan lewat aksi demonstrasi.
Teranyar adalah keluhan warga RW 01 Kampung Tua Patam Lestari, Kecamatan Sekupang pada Selasa (10/01). Mereka mengeluh ke Rudi, karena terpaksa begadang sebab air hanya mengalir di pukul 01.00 hingga 04.00.
Menjawab warga yang ditengah derita itu, Rudi malah menanggapi, “Bagus juga hidup, ye. Kalau mati 24 jam bagaimana”.
Narasumber: SPAM Batam.
Reporter:(Darman)